ABIMNAYA “Cerita Tanpa Akhir”
Mentari baru
saja mulai menunjukan diri saat cerita ini akan tersusun. Ditemani secangkir
teh hangat yang membuat suasana begitu sangat mempesona. Notebook mulai dibuka,
bersamaan dengan selingan tawa yang terdengar samar dari ruang sebelah. Tidak
seperti rutinitas biasa perkantoran, hari ini suasana tidak seramai biasa
mengingat jakarta masih menjadi zona merah dari pandemi yang sudah berlangsung
semenjak awal tahun 2020.
Dalam lamunan
pagi dibawah terik mentari, tersirat sebuah fikiran untuk menulis cerita
(lagi). Tema dari fikiran ini adalah cerita yang sudah menemani penulis dari
remaja hingga dewasa, dari SBY berganti Jokowi, dari musik POP ke Indie. Dari Peterpan menjadi Noah. Bahkan sampai jokowi menjadi presiden (lagi), cerita ini
masih berlanjut sampai saat ini.
Cerita ini bukan hal yang istimewa, selalu bahagia? Tidak juga, cerita yang menjadi sebuah “awal” untuk hal besar yang akan datang. Layaknya sebuah cerita pada umumnya, ada hal yang begitu menggembirakan namun tidak sedikit pula hal yang kurang mengenakan, semua hal yang terjadi merupakan sebuah proses pendewasaan agar bisa melangkah tetap dijalur yang sudah kita buat.
Ardiyanto Andre
v
Suatu masa di 2007
Iring-iringan bus melaju di jalan
yang basah menuju lembang, terdengar bising tawa dari dalamnya, terlihat
puluhan anak sepuluh tahunan telihat begitu bergembira sembari melihat
pemandangan yang terhampar di kiri dan kanan dari jalan yang mereka lalui. Kontur
jalan naik turun, serta banyaknya tikungan membuat suasana terlihat seru dan
menegangkan.
Bus
berhenti di tepian jalan yang basah setelah hujan, semua yang ada didalamnya
keluar seiring dengan instruksi dari sang guru. Lalu mulai melangkah di jalan
yang masih basah, menuju bosscha.
Setelah
hampir dua jam berada di bosccha, semua kembali berjalan menuju bus yang masih
juga terparkir ditepi jalan yang masih basah, seiring rintik hujan masih
membasahi kota yang sejuk ini. Banyak siswa yang berjalan berkelompok sembari
bercanda dan tertawaa begitu lepas, dibalik tawa itu terdengar teriakan dan
kepanikan orang-orang yang ada di sekitar. Ada gadis yang terserempet oleh
pemotor “jelas salah satu siswa”.
v
Tetangga Baru
Kalender menampilkan tahun 2008,
dimana orang tua murid sibuk untuk mendaftarkan anak-anaknya ke SMP yang
menjadi unggulan serta terjangkau dari rumah. Di tengah kebosanan menunggu
hasil penerimaan siswa, abim mengisi waktu bosannya bermain layangan di
lapangan perumahan. Asik bermain, suara adzan menandakan bahwa waktu sudah
siang. Abim segera pulang, baru beberapa langkah ia berjalan, abim terkejut
dengan gadis sebayanya yang baru pertama ia lihat di perumahan ini. Abim segera
pulang dan bertanya dengan mamanya perihal gadis tadi. Ternyata dia tetangga
yang baru pindah di blok yang sama. Abim semakin penasaran.
Setelah melakukan sejumlah
penelitian yang rumit, akhirnya abim tau kalau gadis yang ditemuinya siang ini
juga pernah satu sekolah dengan abim di sekolah dasar. Tapi abim sama sekali
tidak pernah bertemu dengannya. Abim membayangkan lagi saat pertama kali
melihat gadis itu dengan sepedanya. Wajahnya yang bulat dan unik dengan rambut
kuncir kudanya, gadis itu bernama naya.
v
Terik Yang Menyengat
Seiring berjalannya waktu, abim
dan naya mulai mengenal satu sama lain, mereka masuk SMP yang sama, dengan
kelas yang berbeda.
Mentari mulai meninggi, tanda
waktu sudah beranjak siang yang membuat abim harus segera menyudahi permainan
kelereng ini. Abim bergegas pulang dan bersiap untuk berangkat sekolah. Sekolah
siang memang membuat kesal abim, karna tidak bisa leluasa bermain. Setelah
pesiapan dirasa sudah selesai, abim bergegas menuju sekolah dengan sepeda BMX
terkeren di jamannya. Jarak sekolah yang tak terlalu jauh membuat abim
bersantai dan menikmati perjalanan di bawah terik ini bersama 2 kawan
sejolinya.
Sesampainya di pertigaan, abim
bertemu dengan naya dan tiga temannya yang juga akan berangkat sekolah, abim
pun menyapa dengan ramah, di balas naya yang tersenyum dengan lembut. Rombongan
berangkat sekolah pun bertambah, dan membuat suasana semakin ramai dan
menyenangkan.
Sepeda terus di ayuh seiring
dengan candaan yang sering terlontar dari rombongan ini. Abim sekali kali
bercanda dengan banyolannya yang aneh dan menggemaskan, abim merasa senang saat
semuanya tertawa melihat banyolannya, namun lebih dari itu, abim merasa senang
karna melihat naya yang terus tersenyum ke arahnya. Entah kenapa abim merasa
senang melihat naya tersenyum, dan entah kenapa naya juga terus tersenyum (gila kali?).
v
Auramu
Waktu terus berjalan, abim
melakukan rutinitas seperti biasa di dalam kelas, yaaa, melamun. Entah kenapa
abim sangat bosan dan tidak tertarik dengan pelajaran yang sedang di terangkan,
padahal ia sudah duduk di kelas delapan saat ini. Abim memilih melamun, dan
terus terhanyut di dalam lamunan kosongnya.
Dari balik jendela, entah sudah
berapa lama abim melamun. Siswa dari kelas lain mulai memasuki lapangan untuk
berolahraga. Bersamaan dengan buyar nya lamunan abim, terlihat beberapa siswi
juga memasuki lapangan. Mata abim terus mengikuti langkah para siswi itu sampai
ke lapangan. Abim melihat sosok yang menyenangkan diantara rombongan siswi itu,
seseorang yang tentunya sudah abim kenal, yakni naya.
Pandangan abim belom terlepas juga
dari gadi ini, terus mengikuti kemana pun naya berjalan. Ia terus memandang
pancaran keindahan dari wajah gadis ini dari dalam jendela kelasnya. Abim
merasa naya memiliki aura yang berbeda dari siswi lainnya. Dengan rambut pendeknya,
naya terlihat sangat imut dan menyenangkan untuk di pandang. Ditambah dengan
senyum khas nya yang sangat membuat abim terpana. Dibawah sinar mentari sore,
abim melihat hal yang begitu menyenangkan. Apapun yang dilakukan naya, abim tak
sekalipun melepas pandangan kepadanya. Abim merasa kalau dia mulai menyukai
naya.
v
Hujan dan Kenangannya
Bel istirahat berbunyi, dan para
siswa berlarian keluar kelas. Ada yang berebut untuk keluar di pintu yang hanya
terbuka satu. Ada yang memilih membuka bekal dan memakannya di kelas. Abim
lebih memilih untuk berjalan di perpustakaan, bukan untuk membaca buku, abim
hanya ingin tidur di lantai perpustakaan yang dingin dan nyaman.
Suara hujan dan guntur mengganggu
tidur abim yang tenang. Hujan mengguyur begitu deras, merusak citra
perpustakaan sebagai tempat yang nyaman karena tetesan hujan dari atapnya. Abim
mendengar suara yang ramai di dekat pintu perpustakaan, ternyata anggita dan
erika berada di depan pintu perpustakaan dengan somai di tangannya. Abim
mendatangi mereka, dan sedikit banyak bertanya tanya mengenai naya. Yaa, memang
anggita dan erika merupakan teman dekat naya. Abim mulai melancarkan ke
pertanyaan-pertanyaan yang justru terkesan “kepo” dan tak jarang membuat kedua
gadis ini mengerutkan alisnya. Anggita dan erika sepakat memutuskan kalau abim
jatuh cinta kepada naya. Dengan malu-malu abim mengiyakan pernyataan kedua
gadis bawel ini. Lalu meminta ke mereka untuk membantunya mendekati naya.
Hujan pun berhenti bersamaan dengan
bel sekolah berbunyi. Para siswa berbondong menuju gerbang sekolah. Musim
penghujan seperti ini abim dan sejolinya memilih berjalan kaki ke sekolah.
Mengingat akses ke sekolah yang sulit dilewati dengan sepeda di musim penghujan
seperti ini. Abim sudah di tunggu oleh dua sejolinya di gerbang sekolah,
setelahnya langsung berjalan pulang.
Dilapangan belakang sekolah, abim
bertemu dengan anggita, erika, dan naya. Anggita dan erika bersamaan mengangkat
kedua alisnya ke arah abim. Mereka ternyata sedang menjalankan rencana yang
sudah di susun ketika di perpustakaan tadi. Abim mengerti dengan kode yang
diberikan, lalu segera menghampiri mereka dan mengajaknya pulang bersama. Mereka
mengangguk dan segera berjalan bersama di jalan yang penuh genangan ini.
Langkah demi langkah membawa mereka
berjalan menjauhi sekolah, ditemani dengan candaan yang selalu terlontar.
Sampailah mereka di komplek perumahan besar yang tak terawat, dengan jalan
becek dan berlumpur ketika hujan. Memang ini merupakan akses tercepat dari
komplek mereka ke sekolah, dari pada harus menempuh jarak yang jauh pikir
mereka.
Rintik hujan kembali turun ketika
mereka sedang menyusuri jalan yang berlumpur. Membuat jalanan semakin licin dan
sulit untuk melangkah, tak jarang diantara mereka ada yang terjatuh. Setiap ada
yang terjatuh selalu ada tawa bersamanya. Dalam sela tawa dari teman-temannya,
abim tak jarang mencuri pandang ke arah naya. Naya pun sepertinya tau abim
sedang curi pandang kearahnya, tak jarang naya jadi salah tingkah dengan sikap
abim kepadanya.
Abim berjalan melambat dari
teman-temannya, lalu meminta naya untuk berjalan bersamanya. Di belakang
rombongan, abim dan naya berjalan berdampingan, suasana canggung menyelimuti
perjalanan mereka. Abim merasa sulit sekali untuk memulai pembicaraan dengan
naya, begitu sebaliknya. Akhirnya abim memberanikan diri memulai pembicaraan
yang absurd. Tak jarang naya pun terheran dengan perkataan abim yang aneh. Lalu
suasana kembali menjadi canggung, abim mulai bingung untuk mengungkapkan
perasaannya kepada naya. Entah dari mana abim harus memulai. Sampailah keberanian
abim muncul untuk mengatakan perasaannya kepada naya. Naya pun terkejut dengan
pernyataan abim, naya sungguh tidak menyangka abim secepat ini untuk menyatakan
perasaan kepadanya. Naya bingung harus menjawab pertanyaan dari abim yang
memintanya untuk menjadi pacarnya.
Wajah abim terlihat begitu aneh dan
seolah tak percaya, ia sudah menerima jawaban dari pertanyaannya pada naya,
namun semua yang sudah dibayangkan abim tidak sesuai dengan dugaannya. Naya
menolak untuk berpacaran dengan abim, ternyata naya belum siap untuk berpacaran
dengan abim. Suasana pun terlihat lebih canggung dari sebelumnya. Tak terdengar
sepatah kata yang keluar dari mulut mereka, hanya langkah kaki di jalan yang
becek terdengar begitu jelas mengiringi langkah mereka. Naya yang merasa
bersalah memberanikan diri untuk memulai pembicaraan (lagi). Naya berpesan
kepada abim agar tidak menjauhinya setelah kejadian ini. Abim yang masih tidak
percaya hanya meng iya kan permintaan naya dengan wajah malunya.
Sampailah mereka di komplek perumahan,
tak terasa sudah satu jam berlalu setelah bel pulang sekolah. Abim terus
memikirkan apa yang sudah terjadi antara dirinya dan naya. Abim masih tidak percaya
naya menolak perasaannya, disisi lain abim menyadari bahwa ia terlalu cepat
untuk mengucapkannya kepada naya. Dengan umur yang masih sangat belia,
tentunsaja naya belum mau untuk berpacaran “fikirnya bodoh”.
Hujan sore ini tidak hanya membuat
langit menjadi gelap, hujan sore ini juga membuat suasana hati abim menjadi
suram. Seolah setiap rintik hujan yang jatuh, menghapus semua harapan abim
untuk memiliki naya. Setiap angin yang bertiup, menghempaskan semua lamunan
indah abim bersama naya. Dan setiap guntur yang terdengar, mengingatkan abim
tentang naya yang tidak menjadi miliknya.
“berjalan
di tengah hujan, bukan suatu hal yang menyenangkan
Berjalan di
tengah hujan, tidak juga hal yang menakutkan
Namun di
setiap airnya yang jatuh, tersimpan sebuah cerita
Tiap
langkah yang terkayuh, ada rasa yang berbeda.
Ini hanya
hujan, bukan hal yang menakutkan
Ini hanya
hujan, bukan hal yang harus di risaukan
semua hal
yang sudah kita lalui di hujan ini
akan
tersimpan menjadi sebuah memori
Bukan
tentang perasaan yang harus berbalas
Bukan juga
tentang ketakutan untuk memulai
Semua hal
yang pernah kita lalui
Tersimpan
rapih di perjalanan sore ini”
To be
continue...
v