Cari Blog Ini

Selasa, 09 Juli 2024

 

ABIMNAYA “Cerita Tanpa Akhir”

Mentari baru saja mulai menunjukan diri saat cerita ini akan tersusun. Ditemani secangkir teh hangat yang membuat suasana begitu sangat mempesona. Notebook mulai dibuka, bersamaan dengan selingan tawa yang terdengar samar dari ruang sebelah. Tidak seperti rutinitas biasa perkantoran, hari ini suasana tidak seramai biasa mengingat jakarta masih menjadi zona merah dari pandemi yang sudah berlangsung semenjak awal tahun 2020.

Dalam lamunan pagi dibawah terik mentari, tersirat sebuah fikiran untuk menulis cerita (lagi). Tema dari fikiran ini adalah cerita yang sudah menemani penulis dari remaja hingga dewasa, dari SBY berganti Jokowi, dari musik POP ke Indie. Dari Peterpan menjadi Noah. Bahkan sampai jokowi menjadi presiden (lagi), cerita ini masih berlanjut sampai saat ini.

Cerita ini bukan hal yang istimewa, selalu bahagia? Tidak juga, cerita yang menjadi sebuah “awal” untuk hal besar yang akan datang. Layaknya sebuah cerita pada umumnya, ada hal yang begitu menggembirakan namun tidak sedikit pula hal yang kurang mengenakan, semua hal yang terjadi merupakan sebuah proses pendewasaan agar bisa melangkah tetap dijalur yang sudah kita buat.


             Ardiyanto Andre


v  Suatu masa di 2007

Iring-iringan bus melaju di jalan yang basah menuju lembang, terdengar bising tawa dari dalamnya, terlihat puluhan anak sepuluh tahunan telihat begitu bergembira sembari melihat pemandangan yang terhampar di kiri dan kanan dari jalan yang mereka lalui. Kontur jalan naik turun, serta banyaknya tikungan membuat suasana terlihat seru dan menegangkan.

        Bus berhenti di tepian jalan yang basah setelah hujan, semua yang ada didalamnya keluar seiring dengan instruksi dari sang guru. Lalu mulai melangkah di jalan yang masih basah, menuju bosscha.

        Setelah hampir dua jam berada di bosccha, semua kembali berjalan menuju bus yang masih juga terparkir ditepi jalan yang masih basah, seiring rintik hujan masih membasahi kota yang sejuk ini. Banyak siswa yang berjalan berkelompok sembari bercanda dan tertawaa begitu lepas, dibalik tawa itu terdengar teriakan dan kepanikan orang-orang yang ada di sekitar. Ada gadis yang terserempet oleh pemotor “jelas salah satu siswa”.

 

v  Tetangga Baru

Kalender menampilkan tahun 2008, dimana orang tua murid sibuk untuk mendaftarkan anak-anaknya ke SMP yang menjadi unggulan serta terjangkau dari rumah. Di tengah kebosanan menunggu hasil penerimaan siswa, abim mengisi waktu bosannya bermain layangan di lapangan perumahan. Asik bermain, suara adzan menandakan bahwa waktu sudah siang. Abim segera pulang, baru beberapa langkah ia berjalan, abim terkejut dengan gadis sebayanya yang baru pertama ia lihat di perumahan ini. Abim segera pulang dan bertanya dengan mamanya perihal gadis tadi. Ternyata dia tetangga yang baru pindah di blok yang sama. Abim semakin penasaran.

Setelah melakukan sejumlah penelitian yang rumit, akhirnya abim tau kalau gadis yang ditemuinya siang ini juga pernah satu sekolah dengan abim di sekolah dasar. Tapi abim sama sekali tidak pernah bertemu dengannya. Abim membayangkan lagi saat pertama kali melihat gadis itu dengan sepedanya. Wajahnya yang bulat dan unik dengan rambut kuncir kudanya, gadis itu bernama naya.

 

v  Terik Yang Menyengat

Seiring berjalannya waktu, abim dan naya mulai mengenal satu sama lain, mereka masuk SMP yang sama, dengan kelas yang berbeda.

 

Mentari mulai meninggi, tanda waktu sudah beranjak siang yang membuat abim harus segera menyudahi permainan kelereng ini. Abim bergegas pulang dan bersiap untuk berangkat sekolah. Sekolah siang memang membuat kesal abim, karna tidak bisa leluasa bermain. Setelah pesiapan dirasa sudah selesai, abim bergegas menuju sekolah dengan sepeda BMX terkeren di jamannya. Jarak sekolah yang tak terlalu jauh membuat abim bersantai dan menikmati perjalanan di bawah terik ini bersama 2 kawan sejolinya.

Sesampainya di pertigaan, abim bertemu dengan naya dan tiga temannya yang juga akan berangkat sekolah, abim pun menyapa dengan ramah, di balas naya yang tersenyum dengan lembut. Rombongan berangkat sekolah pun bertambah, dan membuat suasana semakin ramai dan menyenangkan.

Sepeda terus di ayuh seiring dengan candaan yang sering terlontar dari rombongan ini. Abim sekali kali bercanda dengan banyolannya yang aneh dan menggemaskan, abim merasa senang saat semuanya tertawa melihat banyolannya, namun lebih dari itu, abim merasa senang karna melihat naya yang terus tersenyum ke arahnya. Entah kenapa abim merasa senang melihat naya tersenyum, dan entah kenapa naya juga terus tersenyum (gila kali?).

 

v  Auramu

Waktu terus berjalan, abim melakukan rutinitas seperti biasa di dalam kelas, yaaa, melamun. Entah kenapa abim sangat bosan dan tidak tertarik dengan pelajaran yang sedang di terangkan, padahal ia sudah duduk di kelas delapan saat ini. Abim memilih melamun, dan terus terhanyut di dalam lamunan kosongnya.

Dari balik jendela, entah sudah berapa lama abim melamun. Siswa dari kelas lain mulai memasuki lapangan untuk berolahraga. Bersamaan dengan buyar nya lamunan abim, terlihat beberapa siswi juga memasuki lapangan. Mata abim terus mengikuti langkah para siswi itu sampai ke lapangan. Abim melihat sosok yang menyenangkan diantara rombongan siswi itu, seseorang yang tentunya sudah abim kenal, yakni naya.

Pandangan abim belom terlepas juga dari gadi ini, terus mengikuti kemana pun naya berjalan. Ia terus memandang pancaran keindahan dari wajah gadis ini dari dalam jendela kelasnya. Abim merasa naya memiliki aura yang berbeda dari siswi lainnya. Dengan rambut pendeknya, naya terlihat sangat imut dan menyenangkan untuk di pandang. Ditambah dengan senyum khas nya yang sangat membuat abim terpana. Dibawah sinar mentari sore, abim melihat hal yang begitu menyenangkan. Apapun yang dilakukan naya, abim tak sekalipun melepas pandangan kepadanya. Abim merasa kalau dia mulai menyukai naya.

 

v  Hujan dan Kenangannya

Bel istirahat berbunyi, dan para siswa berlarian keluar kelas. Ada yang berebut untuk keluar di pintu yang hanya terbuka satu. Ada yang memilih membuka bekal dan memakannya di kelas. Abim lebih memilih untuk berjalan di perpustakaan, bukan untuk membaca buku, abim hanya ingin tidur di lantai perpustakaan yang dingin dan nyaman.

Suara hujan dan guntur mengganggu tidur abim yang tenang. Hujan mengguyur begitu deras, merusak citra perpustakaan sebagai tempat yang nyaman karena tetesan hujan dari atapnya. Abim mendengar suara yang ramai di dekat pintu perpustakaan, ternyata anggita dan erika berada di depan pintu perpustakaan dengan somai di tangannya. Abim mendatangi mereka, dan sedikit banyak bertanya tanya mengenai naya. Yaa, memang anggita dan erika merupakan teman dekat naya. Abim mulai melancarkan ke pertanyaan-pertanyaan yang justru terkesan “kepo” dan tak jarang membuat kedua gadis ini mengerutkan alisnya. Anggita dan erika sepakat memutuskan kalau abim jatuh cinta kepada naya. Dengan malu-malu abim mengiyakan pernyataan kedua gadis bawel ini. Lalu meminta ke mereka untuk membantunya mendekati naya.

Hujan pun berhenti bersamaan dengan bel sekolah berbunyi. Para siswa berbondong menuju gerbang sekolah. Musim penghujan seperti ini abim dan sejolinya memilih berjalan kaki ke sekolah. Mengingat akses ke sekolah yang sulit dilewati dengan sepeda di musim penghujan seperti ini. Abim sudah di tunggu oleh dua sejolinya di gerbang sekolah, setelahnya langsung berjalan pulang.

Dilapangan belakang sekolah, abim bertemu dengan anggita, erika, dan naya. Anggita dan erika bersamaan mengangkat kedua alisnya ke arah abim. Mereka ternyata sedang menjalankan rencana yang sudah di susun ketika di perpustakaan tadi. Abim mengerti dengan kode yang diberikan, lalu segera menghampiri mereka dan mengajaknya pulang bersama. Mereka mengangguk dan segera berjalan bersama di jalan yang penuh genangan ini.

Langkah demi langkah membawa mereka berjalan menjauhi sekolah, ditemani dengan candaan yang selalu terlontar. Sampailah mereka di komplek perumahan besar yang tak terawat, dengan jalan becek dan berlumpur ketika hujan. Memang ini merupakan akses tercepat dari komplek mereka ke sekolah, dari pada harus menempuh jarak yang jauh pikir mereka.

Rintik hujan kembali turun ketika mereka sedang menyusuri jalan yang berlumpur. Membuat jalanan semakin licin dan sulit untuk melangkah, tak jarang diantara mereka ada yang terjatuh. Setiap ada yang terjatuh selalu ada tawa bersamanya. Dalam sela tawa dari teman-temannya, abim tak jarang mencuri pandang ke arah naya. Naya pun sepertinya tau abim sedang curi pandang kearahnya, tak jarang naya jadi salah tingkah dengan sikap abim kepadanya.

Abim berjalan melambat dari teman-temannya, lalu meminta naya untuk berjalan bersamanya. Di belakang rombongan, abim dan naya berjalan berdampingan, suasana canggung menyelimuti perjalanan mereka. Abim merasa sulit sekali untuk memulai pembicaraan dengan naya, begitu sebaliknya. Akhirnya abim memberanikan diri memulai pembicaraan yang absurd. Tak jarang naya pun terheran dengan perkataan abim yang aneh. Lalu suasana kembali menjadi canggung, abim mulai bingung untuk mengungkapkan perasaannya kepada naya. Entah dari mana abim harus memulai. Sampailah keberanian abim muncul untuk mengatakan perasaannya kepada naya. Naya pun terkejut dengan pernyataan abim, naya sungguh tidak menyangka abim secepat ini untuk menyatakan perasaan kepadanya. Naya bingung harus menjawab pertanyaan dari abim yang memintanya untuk menjadi pacarnya.

Wajah abim terlihat begitu aneh dan seolah tak percaya, ia sudah menerima jawaban dari pertanyaannya pada naya, namun semua yang sudah dibayangkan abim tidak sesuai dengan dugaannya. Naya menolak untuk berpacaran dengan abim, ternyata naya belum siap untuk berpacaran dengan abim. Suasana pun terlihat lebih canggung dari sebelumnya. Tak terdengar sepatah kata yang keluar dari mulut mereka, hanya langkah kaki di jalan yang becek terdengar begitu jelas mengiringi langkah mereka. Naya yang merasa bersalah memberanikan diri untuk memulai pembicaraan (lagi). Naya berpesan kepada abim agar tidak menjauhinya setelah kejadian ini. Abim yang masih tidak percaya hanya meng iya kan permintaan naya dengan wajah malunya.

Sampailah mereka di komplek perumahan, tak terasa sudah satu jam berlalu setelah bel pulang sekolah. Abim terus memikirkan apa yang sudah terjadi antara dirinya dan naya. Abim masih tidak percaya naya menolak perasaannya, disisi lain abim menyadari bahwa ia terlalu cepat untuk mengucapkannya kepada naya. Dengan umur yang masih sangat belia, tentunsaja naya belum mau untuk berpacaran “fikirnya bodoh”.

Hujan sore ini tidak hanya membuat langit menjadi gelap, hujan sore ini juga membuat suasana hati abim menjadi suram. Seolah setiap rintik hujan yang jatuh, menghapus semua harapan abim untuk memiliki naya. Setiap angin yang bertiup, menghempaskan semua lamunan indah abim bersama naya. Dan setiap guntur yang terdengar, mengingatkan abim tentang naya yang tidak menjadi miliknya.

 

 

 

“berjalan di tengah hujan, bukan suatu hal yang menyenangkan

Berjalan di tengah hujan, tidak juga hal yang menakutkan

Namun di setiap airnya yang jatuh, tersimpan sebuah cerita

Tiap langkah yang terkayuh, ada rasa yang berbeda.

 

Ini hanya hujan, bukan hal yang menakutkan

Ini hanya hujan, bukan hal yang harus di risaukan

semua hal yang sudah kita lalui di hujan ini

akan tersimpan menjadi sebuah memori

 

Bukan tentang perasaan yang harus berbalas

Bukan juga tentang ketakutan untuk memulai

Semua hal yang pernah kita lalui

Tersimpan rapih di perjalanan sore ini”

 

 

 

 

To be continue...

 

 

 

 

v   

Read more